Peran Hadharim
Dalam berhijrah ke suatu negeri, dakwah
adalah sebuah motivasi bagi hadharim
(etnis hadhramaut). Negara-negara yang
mereka tuju antara lain Afrika Timur,
Zanjibar, Pantai Gading, Madaghaskar, dan
Asia mulai dari India hingga Indonesia.
Tidak semua hadharim yang berhijrah
bertujuan mengais rejeki. Namun di antara
kelompok ‘muhajirin’ itu juga
mempunyai misi dakwah. Penganut
tasawwuf banyak melakukan reformasi
dalam bidang sosial kemasyarakatan dan
sangat berpengaruh dalam merubah corak
sosial negara yang baru di tempatinya.
Sehingga masyarakat pribumi dengan
senang hati memeluk agama Islam dan
menyerap ajaran-ajaran Islam.
Mereka merintis suatu kulturisasi
peradaban dan kebudayan pribumi dengan
peradaban Islami. Namun dengan tetap
mengkokohkan ajaran Islam. Ini
mendalilkan, ajaran Islam selalu sesuai
dengan segala aspek kehidupan, di
manapuan dan kapan pun. Hadharim
mempunyai tempat yang spesial di mata
pribumi. Banyak dari pribumi yang
kemudian mengawinkan putri-putrinya
dengan hadharim. Sebagian ada yang
diangkat sebagai pemuka masyarakat.
Hadharim telah terbukti partisipasinya
dalam mengagungan Islam. Mereka juga
mampu memberikan jawaban dan
tantangan. Hal itu bisa dilihat tatkala
Andalus sebagai pusat peradaban Islam
justru sedang mengalami kekalahan,
hadharim sanggup menyebarkan Islam di
beberapa penjuru dunia dalam masa yang
relatif singkat.
Kenyataan ini terukir dalam sejarah. Saat
pertama kali bangsa Eropa (Inggris,
Spanyol dan Portugal) mengirimkan
pasukan perang salib dan melebarkan
sayap imperialisme ke segala penjuru dunia
Islam, dan daerah–daerah yang sulit
dijangkau pemerintahan Usmani
(Ottoman), hadharim bahu-membahu
dengan pribumi melakukan perjuangan
perlawanan terhadap imperialisme barat.
Meski dengan fasilitas apa adanya. Bantuan
pada pribumi bukan saja dalam sektor
ekonomi dan budaya, tapi juga di bidang
politik militer dan siasat perang.
Penganut tasawwuf yang menghindar dari
perpolitikan di Hadramaut, yang
merupakan hasil dari pertumpahan darah
antar kabilah yang tak berujung,
melibatkan diri dalam perpolitikan negeri
singgahannya. Sekaligus, menyebarkan
Islam juga.
Dalam sejarah Afrika, Hadharim ikut serta
dalam perjuangan rakyat melawan
penjajah Eropa. Sebelumnya telah terjadi
hubungan baik dalam bidang dagang
antara Yaman dan Afrika sejak pra Islam.
Lalu hubungan ini bertambah baik pasca
kedatangan Islam. Bahkan seorang
hadhrami pernah menjadi Amir (pemimpin)
di sebagian pemerintahan daerah
sepanjang pantai Afrika Timur, dari Somalia
sampai ke Mozambik. Ini terjadi sebelum
datangnya Imperialis Barat ke Afrika.
Begitu pula keterlibatan mereka dalam
perang melawan kolonial Potugal.
Dalam pemerintaha Omman, mereka juga
mempunyai pengaruh yang kongkrit.
Hadharim mempunyai pengaruh besar di
Madagascar. Bani Alawy berhasil
memimipin tampuk pemerintahan di
Juzurul Qomar (Comoro).
Kronologi Masuknya Islam ke India dan Asia
Tenggara
Mayoritas sejarawan menguatkan
pendapat, masuknya Islam ke India dan
Asia Tenggara sudah dimulai sejak kurun
pertama Hijriyah. Hanya saja, penyebaran
Islam tidak bisa langsung seperti
menggebyah uyah ke berbagai daerah
dalam satu waktu, Namun Islam masuk
dalam berbagai tempat yang berbeda dan
dalam waktu yang tidak bersamaan.
Tepatnya pada kurun keenam Hijriyah,
Islam meluas ke daerah-daerah secara
kontinyu hingga kurun kesebelas melalui
imigran dari Hadhramaut.
Yaman juga terkenal mempunyai hubungan
dagang yang baik dengan India dan Asia
Tenggara semenjak pra Islam. Hubungan
itu terus berkembang sampai kehadiran
Islam. Hubungan ini tidak sebatas pada
bidang dagang, tetapi juga mencakup
bidang-bidang kehidupan lain. Para ahli
sejarah hampir sepakat tentang masuknya
Islam ke India dan Asia Tenggara melalui
perantara Hadharim. Di samping juga
melalui orang India, Persi, ataupun
Indonesia.
Hadharim dikenal dengan sifat-sifat terpuji
yang menyebabkan penduduk setempat
tertarik dan simpati. Pengaruh positif yang
dirasakan itu juga merembet ke medan
perpolitikan regional. Mereka datang bukan
untuk berperang dan menjajah. Bahkan,
para pribumi menganggap mereka sebagai
simbol bangsa yang mampu membumikan
kemaslahatan dan keinginan pribumi di
daerah tersebut.
Faktor-faktor yang memotifasi mereka
untuk terjun dalam aktivitas politik pribumi
antara lain untuk menyebarkan Islam,
perjuangan melawan penjajah, dan
motivasi-motivasi lain.
Penyebaran Islam dan Walisongo
Seperti telah disinggung, tidak semua
hadharim yang hijrah hanya untuk mencari
rejeki. Namun banyak sekali kalangan dai
dan ulama yang juga hijrah untuk
menyebarkan Islam. Mereka hijrah menuju
India, dan disambut baik oleh raja-raja
India Muslim. Hal itu dilakukan sebab
mereka membutuhkan kehadiran ulama
yang dapat dijadikan panutan dalam
rangka menopang pemerintahanya dalam
menghadapi rakyat yang beragama Hindu.
Juga untuk menyebarkan Islam di beberapa
wilayah, terutama pada kelompok Mabila.
Para dai tersebut mempunyai posisi
penting di mata raja-raja India Muslim. Di
antaranya, al-‘Alamah as-Sufi as- Syekh
Muhammad bin Umar Bahroq (W 1524 M).
Ia disambut oleh Raja Sulthan Mudhaffar
bin Mahmud Bahbikroh, yang kemudian
berdomisili di Gujarat dalam kurun waktu
yang cukup lama. Ia mempunyai
kedudukan terhormat dalam kerajaan dan
masyarakat, sebagai tumpuan dalam
menghadapi pengaruh orang-orang Hindu
dan para Brahmana. Karena itu, para
musuh berfikir keras untuk melenyapkan
dan melakukan tipu muslihatnya dengan
cara meracuni hingga ia meninggal dunia.
Demikian juga as-Sayyid Abdullah al-Idrus
(W 1632 M) yang hidup pada masa
kerajaan Bayjayyur. Pengaruhnya sangat
kuat, khususnya pada pribadi Sultan
Ibrahim Adil Syah. Otomatis, aliran
kebijakan kerajaan yang asalnya Syiah,
berubah menjadi Sunni. Selain itu, baju
resmi kebesaran kerajaan berganti dengan
model Arab, sebagai ganti baju model
Persi.
Keluarga yang mempunyai pengaruh paling
besar di India dan Asia Tenggara adalah
keluarga Abdul Malik bin Alawi (Ammul
fagih) bin Muhammad (Shahib Mirbath).
Mereka datang dari Hadhramaut ke India
pada akhir abad ke-6 Hijriyah. Keturunan
Abdul Malik telah mempunyai hubungan
baik dengan kerajaan India, para pembesar
dan para ulama di sana. Tak heran bila
keluarga ini bisa menyebar di segala
penjuru India. Keluarga besar ini punya
nilai penting bagi masyarakat Muslim India.
Keluarga Abdul Malik Juga mendapat
julukan Ali Adzamat Khan.
Salah satu cucu Abdul Malik merupakan
salah satu dari Wali Songo yang masyhur di
Asia Tenggara. Yaitu Ahmad bin Abdullah
bin Abdul Malik. Ia mempunyai pengaruh
besar pada kerajaan India. Terbukti dengan
jabatannya sebagai salah satu menteri di
India dalam waktu yang cukup lama. Itu
berlangsung sebelum terjadi gejolak politik
di India yang menyebabkan putra-putranya
mengungsi ke China, Siam (Thailand) dan
Kamboja.
Di Kamboja, Jamaludin al-Husein bin
Ahmad kawin dengan salah satu puteri Raja
Kamboja yang telah masuk Islam bersama
ayahnya. Dari perkawinannya lahir Ibrahim
al-Ghazi. Dialah yang menjadi panglima
perang sekaligus ilmuwan yang
memperluas kekuasaanya sampai ke China,
Malasyia, dan Sumatra. Ia lalu menikah
dengan salah satu putri Raja China, dan
mempunyai putra bernama Rahmatullah
dan Ishaq. Ishaq inilah yang dikenal di Jawa
dengan sebutan Maulana Ishaq (ayahanda
Sunan Giri) yang mempunyai kedudukan
tinggi di pemerintahan Raja Minak Jinggo,
salah satu raja Banyuwangi Jawa Timur.
Maulana Ishaq mengawini salah satu puteri
Raja Minak Jinggo yang masuk Islam dan
berhasil menyembuhkan penyakit kanker
sang puteri. Dari pernikahan ini lahir
seorang putra yang diberi nama Ainul
Yaqin, seorang dai yang tidak asing lagi. Ia
juga dikenal sebagai pejuang dan
mempunyai pengaruh yang besar dalam
penyebaran agama Islam di Asia Tenggara.
Sedangkan Rahmatullah atau Raden
Rahmat yang lebih populer sebagai Sunan
Ampel mempunyai hubungan baik dengan
pemerintahan Kerajaan Majapahit yang
beragama Hindu. Sebuah kerajaan yang
sangat berpengaruh di Asia Tenggara.
Raden Rahmat mempunyai hubungan
dengan salah satu putera raja, yaitu Raden
Joyo Waseso yang masuk Islam di tangan
Raden Rahmat dan berganti nama Abdul
Fatah (Raden Fatah). Ia ikut berperang
melawan ayahnya sendiri dan berhasil
mengalahkannya serta merebut kekuasaan
ayahnya di tahun 792 Hijriyah. Ia lalu mula
merintis berdirinya kerajaan Islam pertama
kali di Jawa yang terkenal dengan Kerajaan
Demak. Dari sini Agama Islam mulai
tersebar secara besar-besaran.
Raden Rahmat mempunyai banyak putra,
antara lain :
1. Ja’far Shadiq. Ia salah satu panglima
pasukan Raden Fatah yang dikirim
langsung untuk menggempur Majapahit.
2. Ibrahim. Ia salah satu panglima Raden
Fatah yang mendapatkan mandat untuk
berperang dan mendampingi Raden Fatah.
3. Zainal Abidin. Ia adalah perdana
menteri ke-2 Raden Fatah. Dalam
pemerintahan, ia dikenal tegas pada para
penyembah berhala. Ali Khairuddin, salah
satu ahli sejarah menyebutkan, Maulana
Zainal Abidin mengumpulkan patung-
patung di Jawa yang telah disembah
hingga mencapai 650 patung, lalu dibuang
di laut Madura dan laut Bawean. Ia juga
menaklukkan seluruh penyembah berhala
di bawah kekuasaanya. Para penyembah
berhala dihadapkan pada dua opsi, masuk
Islam, atau membayar jizyah (pajak).
Sebagian ada yang masuk Islam dan
sebagian lagi membayar jizyah dengan
konsekuensi pengamanan dari
pemerintahan.
Raja-raja Aceh juga keturunan Bani Alawi.
Salah satu raja yang paling berpengaruh
dalam penyebaran Islam adalah Raja Malik
Kamil yang wafat pada tahun 607 H.
Kemudian al-Malik as-Shalih yang wafat
pada tahun 696 H. Lalu putranya, Sulthan
Muhammad az-Dhahir yang wafat pada
tahun 726 H. Diteruskan oleh putranya
Ahmad yang wafat di tahun 809 H. Dari
Ahmad inilah nasab (silsilah keturunan)
raja-raja Brunai dan Jaremen Kuno,
Baruwak, Salwa, Saibu , Mindanao, dan
Kanawa.
Di Philipina, Syarif Khabogsan (Syarif
Muhammad bin Ali Zainal Abidin)
berpengaruh dalam penyebaran Islam. Ia
mendirikan pemerintahan Islam di sana. Ali
Zainal Abidin ayah Kabogsan hijrah dari
Hadhramaut ke Johor dan menikah dengan
puteri Raja Iskandar Syah, Raja Johor yang
kemudian mempunyai tiga orang putera.
Yang bungsu benama Muhammad bin Ali
yang terkenal dengan sebutan Kaboghsan
yang berhijrah untuk dakwah, sampai ke
daerah Mindanao di Philipina. Kemudian
mulailah penyebarkan Islam sekaligus
perintisan negara Islam di sana, berikut
perlawanan terhadap kolonialisme barat
dalam waktu yang cukup lama.
Di Salwa, Syarif Abu Bakar Zainal Abidin
yang sampai ke sana tahun 853 H
melakukan pergantian pemerintahan
setelah perkawinannya dengan satu-
satunya puteri Raja Solo. Beliau lalu
menyebarkan Islam di negara tersebut.
Para penggantinya dapat meluaskan
wilayah kekuasaanya dan melakukan
perlawanan dengan kolonialisme Barat
pada saat itu.
Ikhtishar
1. Hadharim punya pengaruh besar dalam
penyebaran Islam di Asia Tenggara. Hal ini
diaktensi dalam seminar yang
diselenggarakan di Medan Sumatra Utara,
17-20 Maret 1963. Seminar ini mengangkat
tema tentang masuknya Islam ke Indonesia
yang dihadiri oleh para pakar sejarah,
cendekiawan dan budayawan Indonesia.
Mereka memberikan resultasi bahwa Islam
masuk ke Indonesia kali pertama dibawa
oleh Bani Alawi dari Hadhramaut yang
bermazhab Syafii.
2. Penyebaran Islam di Indonesia
dilakukan dengan berbagai metode. Di
antaranya dakwah pada masyarakat secara
langsung, lewat politik, dan lain-lain.
3. Bidang politik bertujuan untuk mem-
back up dakwah dan melindungi segala
aktivitas dakwah dan para dai dari chaos
dan ketidakadilan. Hingga dapat meluaskan
lapangan dakwahnya. Karena, rakyat
biasanya selalu mengikuti agama rajanya.
4. Mereka yang biasanya mendapatkan
jabatan politik atau militer menjadi
mediator para ulama dan dai yang
melakukan dakwah pada elit pemerintahan
dengan hikmah dan kebajikan. Mereka
punya sifat mulia yang membuat para
pembesar pemerintahan menaruh
kepercayaan yang besar.
4. Perlawanan Terhadap Kolonial Eropa
Karena perang yang terjadi antara kaum
muslimin dan bangsa Eropa terlalu lama,
seperti halnya yang terjadi di kepulauan
Ibriya dan Eropa Timur, mulailah bangsa
Portugis dan Spanyol mengeluarkan daya
upayanya untuk segera menaklukan kaum
muslimin. Termasuk menguasai sumber-
sumber kekayaan dan potensi alam dalam
peperangan.
Perlawanan fisik, ekonomi, atau agama
dimulai dengan merusak jalur dagang
kaum muslimin antara barat dan timur.
Juga dengan menguasai jalan-jalan
penyambung dunia dan sumber-sumber
kekayaan di bagian timur. Menurut mereka,
itulah cara yang dapat mengalahkan Islam
dan penganutnya.
Tetapi ketika Portugis sampai ke daerah
timur, ternyata bangsa Arab telah sampai
lebih dulu. Apalagi banyak bermunculan
kerajaan-kerajaan Islam. Hal ini membuat
orang Portugis geram dan mengacaukan
proyek mereka yang ingin menguasai
kekayaan daerah-daerah timur.
Mereka lalu berusaha menghilangkan
pengaruh orang Arab dan Islam dari daerah
tersebut. Jenderal Portugis De Elbokareik,
dalam pidato di depan tentaranya
mengatakan, "hanya dengan menjauhkan
kaum muslimin dari perdagangan rempah-
rempah, bangsa Portugal bisa melemahkan
kekuatan Islam. Dan untuk melaksanakan
khidmat kepada Tuhan, kita harus
mengusir bangsa Mur (Arab) dan
mematikan api agama Muhammad. Jika
berhasil, niscaya api tersebut tidak akan
tersebar selamanya".
Mulailah Hadharim bahu-membahu dengan
sesama muslim dengan determinasi tinggi
berjuang melawan kolonialisme yang
tamak pada kekayaan Indonesia. Hadharim
memulai menceburkan diri dalam
peperangan melawan bangsa Portugis dan
sekutu-sekutunya, para raja Hindu. Di
antara pahlawan yang sangat bersaja
adalah Hidayatullah bin Abdullah bin Ali
(Nuruddin) dari keluarga Abdul Malik al-
Alawi yang sebelumnya berhasil mengusir
Portugis dari tanah kelahiranya, Kamboja.
Setelah itu ia menetap di kerajaan Islam
Demak. Pada tahun 1526 Sultan Trenggono
bin Sultan Abdul Fattah Demak memilih
Hidayatullah sebagai panglima pasukan
tempurnya yang dipersiapkan untuk
menyerang kerajaan Hindu Pajajaran di
Jawa Barat. Kerajaan ini telah menyepakati
kerjasama dengan pemerintahan Portugis
melawan Islam.
Pasukan yang dipimpin Hidayatullah
berhasil memenangkan pertempuran. Kota
Sunda Kelapa dapat dikuasai dan dirubah
namanya menjadi Jaya Karta. Saat ini Jaya
Karta menjadi Ibukota Negara Indonesia
dengan nama Jakarta. Kemudian pasukan
Portugis yang dipimpin Jendral Henrik
Reem datang, sehingga terjadi
pertempuran sengit antara pasukan
Hidayatullah dan Portugis. Secara
gemilang, peperangan itu berhasil
dimenangkan pasukan Hidayatullah. Ia lalu
dijuluki Fatahillah. Sedang orang-orang
Portugal menyebutnya Faletehan.
Perjuangan Hidayatulah melawan Portugis
dan para penyembah berhala ini
berlangsung terus menerus hingga tahun
959 H atau 1525 M. Ia mengundurkan diri
dari pemerintahan untuk berdakwah. Ia
lalu memberikan tampuk pemerintahan
kerajaan Banten kepada puteranya untuk
meneruskan perjuangan melawan Portugis.
Juga Belanda pada tahun 1833. Sampai
akhirnya, kerajaan Banten menyerah pada
pemerintahan Belanda di Surabaya.
Di Philipina, perjuangan melawan penjajah
Spanyol juga dipimpin oleh keluarga besar
Syarif Abu Bakar bin Zainal Abidin.
Peperangan ini berlangsung sampai tiga
abad lamanya.
Di Palembang, perjuangan melawan
penjajah Belanda dilakukan Sultan
Badruddin yang terkenal agamis dan
pemberani dalam membela Islam. Tetapi
setelah jatuhnya ibukota Palembang ke
tangan Belanda, penjajah mengasingkan
Sultan Badruddin dan perdana menterinya,
Umar bin Abdullah as-Segaf, ke pulau
Ternate pada tahun 1821 M.
Termasuk Hadharim yang melakukan
perjuangan ketika awal kedatangan
penjajah Belanda adalah Amir al-Wahab bin
Sulaiman bin Abdurrahman bin Muhammad
bin Umar Basyaiban al-Alawi. Kakeknya,
Abdurrahman, datang dari Qasam
Hadhramaut menuju Cirebon dan kawin
dengan puteri Raja Cirebon. Dari
perkawinannya itu, ia mempunyai dua
putera, Abdurrahim dan Sulaiman. Salah
satu putera Sulaiman adalah Hasan yang
terkenal dengan sebutan Pangeran Agung
bin Sulaiman yang terkenal sebagai
pejuang melawan pendudukan Belanda.
Abdurrahman bin Husain al-Qadri al-Alawi
adalah nama lain yang turut terjun
berperang melawan Angkatan Laut Belanda
dan Inggris. Ia berhasil mendirikan
kerajaan Pontianak. Berkat kegigihannya,
perserikatan Hindia Timur Belanda
mengakuinya sebagai Raja Pontianak.
Di India, perjuangan melawan penjajah
Eropa ini juga dilakukan oleh kelompok
Mabela dengan keberanian tinggi. Sulthan
Ghalib bin Awadh al-Quaiti mengatakan,
“ingatkah kalian dengan celaan Portugis,
Belanda, Perancis, dan Inggris.
Pemerintahan mereka sangat tertekan
dengan perlawanan sengit kelompok
ini.”
Gerakan kelompok militan ini mendapat
dukungan dari beberapa Ulama yang
dikenal dengan gelar Tanggul yang berarti
sayyid. Yang dimaksud adalah para sayyid
keturunan Bani Alawi dari Hadhramaut.
Mengenai keberanian kelompok Mabela,
seperti disebutkan sumber dari Belanda
dan Perancis pada masa itu, “mereka
kelompok yang berani sekali dalam
membela Islam. Mereka tidak pernah
menyerah sama sekali dan lebih berani
mati dalam perjuangan membela
negerinya.” Apalagi siasat mereka dalam
berperang dan keorganisasiannya mirip
dengan Suku Moro Philipina.
Etnis Arab Hadhramaut terus bertambah
perkembangannya di India pada masa-
masa setelah itu sebagai tentara di
berbagai negara kecil di al-Marotsa yang
telah memeluk Islam selama kurang lebih
40 tahun. Tentara inilah yang berjuang
melawan pendudukan Inggris di India yang
berjumlah sampai 6000 tentara.
Hadharim di sana tidak hanya menjadi
tentara ekstra bagi India, namun
memegang kendali dan sebagiannya
menjadi panglima perang. Hal ini bisa
diketahui dari cerita kolonel Inggris dalam
memorinya ketika berperang melawan
Hadharim di peperangan yang terjadi
antara tentara al-Marotsa dan tentara
Inggris, bahwa kalangan elit tentara
Inggris menaruh segan terhadap tentara
Basyafa' dan raja-raja. Hal itu karena
banyaknya tentara Hadharim di sana.
Lebih-lebih orang Arab ini terkenal dengan
kemampuanya bertahan dan memukul
mundur musuh. Suatu hal yang diakui oleh
tentara-tentara Inggris.
Reinald Borton mengatakan, “tidak ada
tentara di dunia ini yang seberani dan
sesolid tentara Arab. Walaupun mereka
tidak mempunyai kemampuan banyak
dalam taktik peperangan, tetapi pada
setiap jiwa mereka ada keyakinan tinggi
yang tidak akan hilang selagi mereka masih
hidup."
Tentara Inggris berperang melawan
tentara al-Marotsa selama tiga kali. Dan
semuanya memaksa mereka menuai
kerugian besar. Pertama pada tahun
1775-1782. Kedua pada tahun 1802-1805.
Di tahun ini tentara Inggris dapat
mengalahkan tentara al-Marotsa di bawah
komando Sandiya dan Baransala.
Namun Basyayfa’ Raji Rawa kedua yang
menyatukan seluruh tentara al-Marotsa
mencoba melakukan perlawanan kembali
dan ingin mengembalikan kemerdekaan
negerinya. Ia mulai menyalakan api
peperangan ketiga. Namun tentara Inggris
lambat laun bisa mengalahkan mereka dan
mampu menguasai tentara Basyayfa pada
tahun 1818. Ini ditandai dengan
penyerahan diri panglima Basyaifa.
Pada tahun-tahun berikutnya terjadi
kekosongan kepemimpinan (vacum of
power) di pusat komando pasukan al-
Marotsa yang berakibat terkotak-kotaknya
pasukan tersebut. Hadharim banyak yang
mengungsi ke Haidar Abad. Sebagian ada
yang dipaksa pulang oleh pemerintahan
Ingggris ke Hadhramaut. Salah satu
pemuka masyarakat yang ikut bergabung
di Haidar Abad adalah Umar bin Awadh al-
Quaiti.
Ikhtishar
1. Hadharim mampu mencapai kedudukan
tinggi, baik di dalam militer ataupun
pemerintahan. Terbukti, salah satu dari
mereka ada yang menjadi panglima perang
atau raja yang nota bene mampu
melakukan perlawanan terhadap
kolonialisme Eropa.
2. Keberadaan hadharim di perpolitikan,
tentara, atau sosial mampu mempersulit
kolonialisme dalam menguasai Islam dan
pengikutnya. Terlebih kaum kolonialis itu
berhasil menggandeng kerajaan Hindu dan
Budha untuk bekerjasama. Mayoritas orang
Arab, sebagai pemuka masyarakat,
mengobarkan sifat perjuangan itu pada
kaum pribumi.
3. Perjuangan Hadharim melawan
kolonialisme Belanda atau Inggris
menjadikan suatu ketakutan tersendiri bagi
mereka pada Arab dan Hadharim. Hal itu
membuahkan hasil perubahan politik
kolonialisme dalam berhubungan dengan
Arab atau hadharim di India dan Asia
Tenggara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar